Kali ini aku ingin bercerita tentang kisah asmaraku
baru-baru ini yang tidak sengaja terjadi. Sebelumnya biarkan aku bercerita
mengenai kisah cinta kelam masa lalu. Saat ini aku berusia 19 tahun dan belum
pernah menjalin hubungan asmara, dan belum pernah menerima pernyataan cinta dari seseorang sama
sekali –aku tau itu menyedihkan-. Dari situ kau pasti sudah tau seberapa buruknya aku. Aku pernah tertarik pada beberapa di sekolah. Aku yakin kalian tau
bagaimana akhir dari ceritanya.
Baiklah masuk pada inti ceritanya. Semua berawal ketika aku
memanggilnya “kakak kecil”. Kedengaran konyol orang sepertiku –kau akan
beranggapan begitu jika kau mengenalku- memberi nama panggilan seorang teman
laki-laki seperti itu. Selanjutnya hubungan kami menjadi lebih dekat, yang
entah mengapa tidak kusadari. Kemudian seorang teman membeberkan segalanya yang
membuatku tercengang, bayangkan, aku sudah menceritakannya di atas bahwa tak
seorangpun pria hidup ataupun mati, manusia ataupun binatang yang memiliki
ketertarikan padaku.Nah mungkin disini yang telah menumpulkan indraku. Setelah
kupikirkan lagi dan menganalisa lebih lanjut, ternyata perlakuannya padaku
sedikit demi sedikit memang berubah, dan memang berbeda. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa batu merupakan sebutan yang cocok disematkan untuk
ketidakpekaan yang kuderita saat ini.
Sekarang adalah tentang bagaimana responku. Awalnya aku
bahagia. Setelah sekian lama menjadi orang yang tidak diinginkan, akhirnya ada
seseorang yang menurutku bodoh sekali menaruh hatinya padaku. Kemudian sesuatu
yang menurutku bodoh adalah aku justru memberi respon negatif dengan menjauh dari
dia yang kusesali saat ini. Hasil dari semuanya adalah sebuah tulisan di bawah
ini yang ditulis olehnya, dalam sebuah jejaring social, yang kurasa memang
ditulis untukku.
“Penyesalan itu pasti ada, yang penting respon kita
menghadapinya. Apakah menyerah begitu saja atau bangkit dari keterpurukan.”
Malam Minggu ditemani tugas essay. Baru saja mempersiapkan
CV untuk wawancara KAMMI besok. Kuluangkan sebentar untuk menulis ungkapan rasa
penyesalan. Entah penyesalan karena nilai, pilihan, cinta, sahabat, kuliah
ataupun organisasi. Semua orang bebas untuk berspekulasi. Cukup menggelikan sih
orang sepertiku membuat seperti ini. Tapi inilah seni penulisan. Kita bebas
untuk berkreasi.
Dalam sukma aku bertanya. Aku tidak tahu kini apa yang
terjadi di antara kita. Bagiku kekakuan-kekakuan hubungan telah berbicara. Tapi
kini, aku tidak bisa apa-apa. Aku hanya punya hati tanpa tenaga. Aku tidak
ingin member harap tanpa arah yang mantap. Karena itu aku hanya bisa berjanji
dalam hati dan tidak dilafalkan dengan lisan dan perbuatan. Biarlah tersimpan
rapat dalam hati ini. Aku merasa apa yang kukuatirkan dahulu benar-benar akan
terjadi dan mungkin aku sudah terlambat.
Maafkan aku yang kurang jantan. Aku tidak pandai menebak dan
tidak sungguh-sungguh menebak hati manusia, walaupun aku ingin menebak dan
ingin tepat pula. Mungkin semuanya terlambat dan aku merasa lumpuh tidak bisa
berbuat karena waktu tak dapat kembali. Walaupun aku punya keinginan, tetapi
aku tetap memegang teguh prinsipku. Meskipun sudah terlambat, aku tidak ingin
berlarut-larut dalam kondisi ini. Menyesal dan ingin memulainya dari awal lagi.
Sesuatu yang sudah terlanjur memang sulit untuk dilupakan. Aku tidak ingin
semua hilang begitu saja. Apakah bisa kembali seperti dulu lagi? Entahlah, biar
waktu yang menjawab. Yang bisa aku lakukan hanyalah intropeksi dan memperbaiki
diri serta terus berharap.
Maaf dan terimakasih.
Begitulah tulisan yang sepertinya merupakan akhir yang
kurang lebih menyedihkan seperti kisah cintaku sebelu-sebelumnya. Kurang lebih
begitu aku mengartikan tulisan ini. Jujur saat ini aku menginginkannya. Dan kuharap
tidak ada satupun orang yang kukenal yang membaca tulisanku, aku yakin mereka
pasti langsung tahu bahwa aku yang menulis ini. Jadi aku tidak bisa
menyimpulkan ceritaku kali ini, simpulkan sendiri dan cari maknanya sendiri.